Batara Guru
Prabu Duryudana kedaatangan tamu seorang brahmana yang bernama Kilatbuwana/ Pendeta itu mempunyai keinginan untuk menggagalkan perang Baratayuda antara Pandawa dan Krawa dengan jalan mempersatukan kedua belah pihak.
Sang Brahmana sanggup menyatukan, tetapi ada syarat yang harus dilakukan. Kilatbuwana menghendaki sesaji yang disertai tumbal orang bogasampir yaitu Kyai Semar. Duryudana menyetujui keinginan Kilatbuwana. Selanjutnya, Brahmangkara dan Indrasekti, putera Kilatbuwana diperintahkan untuk mencari dan membunuh Semar.
Sedangkan, Prabu Kresna yang hadir di Astina, menolak keinginan Kilatbuwana, sehingga terjadi perdebatan dan perkelahian.
Prabu Yudhistira yang menerima ajakan Kilatbuawana,, hatinya mangu-mangu. Maka, ia memerintahkan Abimanyu pergi ke Pertapaan Sapta Arga guna meminta nasihat Begawan Abiyasa. Sedangkan Arjuna diperintahkan Kilatbuwana untuk membunuh Semar .
Arjuna kemudian pergi ke Klampisireng. Setibanya disana, ternyata Semar sudah tahu maksud kedatangan Arjuna dan merelakan jiwanya demi majikannya. Arjuna segera membunuh Semar dengan cara dibakar dan abunya dibawa ke Astina.
Di pertapaan Tawangrukmi, ada seorang pendeta yang bernama Begawan Jatiwasesa atau Begawan Tunggulmanik sedang dihadap kedua anaknya, yakni Suryaseti dan Suryamangkara, menerima kedatangan Abimanyu yang ingin mengabdi.
Begawan Jatiwasesa kemudian memerintahkan anaknya, Suryamangkara, untuk menyampaikan surat penantang ke negeri Astina.
Pada waktu itu, Pandawa telah berada di Astina, begitu pula dengan Arjuna yang telah tiba dengan membawa abu jenazah Semar. Datanglah Suryamangkara yang menyampaikan surat tantangan. Kilatbuwana menerima tantangan itu dan segera menyiapkan perlawanan.
Jatiwasesa berhadapan dengan Kilatbuwana. Namun kemudian Kilatbuwana berubah menjadi Batara Guru. Bramangkara dan Indraseti berubah menjadi Brahma dan Indra. Sedangkan Jatiwasesa berubah menjadi Semar, Suryasekti dan Suryamangkara berubah ujud menjadi Gareng dan Petruk.
Batara Guru kemudian kembali ke kahyangan Suralaya. Baratayuda pun nyatanya tidak dapat dicegah dan tetap terjadi.